Rabu, 14 Maret 2018

Game Based Learning dan Gamification



Game based learning (GBL) adalah jenis permainan yang mendefinisikan hasil belajar. Umumnya, game based learning dirancang untuk menyeimbangkan materi pelajaran dengan gameplay dan kemampuan pemain untuk mempertahankan dan menerapkan materi pelajaran tersebut ke dunia nyata.

Pembelajaran berbasis permainan menggambarkan sebuah pendekatan pengajaran, di mana siswa mengeksplorasi aspek permainan yang relevan dalam konteks pembelajaran yang dirancang oleh para guru. Guru dan siswa berkolaborasi dalam rangka menambah kedalaman dan perspektif terhadap pengalaman bermain game.

Pembelajaran berbasis permainan dapat didefinisikan sebagai pelajaran yang kompetitif, interaktif, dan memungkinkan pelajar untuk bersenang-senang sambil mendapatkan pengetahuan. Pembelajaran berbasis game terbaik memiliki tiga elemen utama. Unsur pertama adalah kompetisi . Ini tidak perlu melawan siswa lain atau guru. Di Oregon Trail , kompetisi tersebut melawan permainan itu sendiri sekaligus berusaha meraih nilai tertinggi. Unsur kompetitif membantu memberikan motivasi bagi siswa yang mungkin tidak menemukan motivasi itu dalam metodologi pembelajaran normal. 

Hal ini mengarah pada unsur pertempuran. Ketika seorang anak bermain game yang melibatkan keingintahuan dan imajinasi mereka, mereka bahkan tidak memperhatikan unsur-unsur pembelajaran.
Unsur terakhir adalah penghargaan langsung . Hal ini sangat penting untuk menjaga pelajar belajar dan kembali lagi serta membantu proses belajar. Penghargaan ini mungkin sesederhana membiarkan mereka tahu bahwa mereka benar, memberi mereka poin, atau bahkan umpan balik deskriptif memperluas pengetahuan mereka. 

Pembelajaran berbasis permainan bisa menawarkan banyak kelebihan bila dilakukan dengan benar. Permainan yang dirancang dengan baik dapat menjadi sarana yang hemat biaya untuk memungkinkan siswa berinteraksi dengan berbagai skenario pembelajaran yang disesuaikan untuk memenuhi kecepatan di mana mereka belajar. Skor pada permainan ini dapat distandarkan untuk memungkinkan perbandingan antara siswa, dan umpan balik bisa berlangsung seketika. Pembelajaran berbasis permainan juga bisa lebih dapat dipindahtangankan ke skenario dunia nyata daripada ceramah tradisional.

Sebagai contoh, berdasarkan hasil-hasil penelitian (Papastergiou, 2009; Jiau, Chen, Ssu, 2009; Kazigmolu, Kiernan, Bacon, MacKinnon, 2012; Jong, Lai, Hsia, Lin, Lu, 2013), game-based learning dapat meningkatkan motivasi pelajar dalam proses pembelajaran.

Gee dan Shaffer (2010) menyatakan, bahwa video game baik untuk pembelajaran karena game dapat membuat dunia-dunia virtual di mana pemain menyelesaikan simulasi dari masalah dunia nyata.

Secara garis besar, ada dua peran unik dari video game yang membuatnya dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran yang efektif, sebagai motivator dan simulator.

Seiring berkembangnya kemajuan teknologi, perkembangan video game pada zaman sekarang sudah mengalami peningkatan yang pesat. Masih ingatkah Anda dengan console Playstation yang dirilis tahun 1994? Pada 14 November 2013, Playstation 4 dirilis Sony, dengan berbagai pengembangan yang sangat drastis dari Playstation, terutama dari segi grafis yang ditampilkan.

Sebuah video game yang baik biasanya memiliki gameplay (cara memainkan) dan grafis yang baik, Grand Theft Auto V dan The Last of Us adalah salah dua dari contoh game sukses yang memenuhi kriteria tersebut. The Last of Us bahkan terjual 3.4 juta kopi hanya dalam 3 minggu setelah dirilis. Dengan desain yang baik, sebuah video game memiliki potensi untuk sukses dan dimainkan banyak orang.

Tidak dapat dipungkiri bahwa video game memiliki sisi negatif, kebanyakan rated-M video game menampilkan banyak aspek kekerasan. Walaupun game tersebut ditujukan untuk orang dewasa, tidak tertutup kemungkinan anak-anak yang masih di bawah umur memiliki game tersebut dan memainkannya, tentu ini akan memberikan pengaruh buruk bagi anak-anak. Penelitian yang dilakukan oleh Craig Anderson pada Maret 2014 menyatakan jika anak-anak memainkan video game yang banyak mengandung unsur kekerasan cenderung membuat pribadi mereka menjadi lebih agresif.

Bagaimana jika potensi video game untuk ‘memengaruhi’ dimanfaatkan untuk hal lain yang lebih baik, contohnya seperti sebagai sarana pembelajaran? Sebenarnya, game memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan dalam hal tersebut.

Video Game dan Pembelajaran (Learning)
Look at ‘World of Warcraft’: You’ve got 11-year-olds who are learning to delegate responsibility, promote teamwork and steer groups of people toward a common goal.”
- Ian Bogost, Georgia Institute of Technology associate professor, Founder of Persuasive Games

Ketika memainkan video game, sembari bermain, kita belajar. Progress apapun yang kita capai dalam video game dapat dikategorikan sebagai sebuah pembelajaran (Trybus, 2009). Kita akan mendapatkan berbagai hal serta pengalaman-pengalaman baru seiring berjalannya game ke level/stage yang lebih menantang.Pada akhirnya, akumulasi dari berbagai pengalaman seorang player-lah yang akan menjadi bekal utamanya untuk menyelesaikan video game yang ia mainkan.

Pembelajaran bukanlah hanya sekedar mengingat teori, tapi juga tentang memahami konsep dan mengaplikasikannya langsung dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih ketika kita benar-benar dituntut untuk mengaplikasikan hasil belajar kita. Banyak orang yang kurang (atau tidak) cocok dengan traditional learning (sistem pembelajaran tradisional) seperti yang diimplementasikan di kebanyakan sekolah sekarang. Karena itu, dibutuhkan sistem pembelajaran yang efektif untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran tersebut. Dengan potensi yang dimiliki game, game-based learning mengupayakan sistem pembelajaran dengan menggunakan game, salah satu pengaplikasiannya adalah melalui salah satu cabang game, yaitu video game.

“Just playing isn’t enough, though. The key is that you have to be improving each time you play, because in order to improve you have to be learning.“
- Dr. Erziel Kornel, A principalof Brain & Spine Surgeons of New York

Menurut Dr. Kornel pula dalam WebMD.com, video game seperti Brain Age atau Guitar Hero dapat meningkatkan koordinasi antara mata dengan tangan, meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan dalam waktu cepat, serta dapat meningkatkan persepsi auditori.
Game-based learning secara definisi adalah pengunaan video game sebagai metode pembelajaran. Ternyata, hal ini bukanlah hal yang baru ditemukan. Banyak penelitian tentang game-based learning yang memberikan hasil positif. 

Sebagai contoh, berdasarkan hasil-hasil penelitian (Papastergiou, 2009; Jiau, Chen, Ssu, 2009; Kazigmolu, Kiernan, Bacon, MacKinnon, 2012; Jong, Lai, Hsia, Lin, Lu, 2013), game-based learning dapat meningkatkan motivasi pelajar dalam proses pembelajaran.

Gee dan Shaffer (2010) menyatakan, bahwa video game baik untuk pembelajaran karena game dapat membuat dunia-dunia virtual di mana pemain menyelesaikan simulasi dari masalah dunia nyata.
Secara garis besar, ada dua peran unik dari video game yang membuatnya dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran yang efektif, sebagai motivator dan simulator.

Game sebagai motivator
Video game dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya dapat membuat seseorang lebih tertarik dan semangat dalam menghadapi proses belajar.

Kecintaan pemain terhadap environment yang ada dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi player untuk lebih betah bermain video game. Karakter, benda, senjata, musik, atau unsur video game lain yang disukai player dapat memberi motivasi lebih kepadanya untuk menghabiskan lebih banyak waktunya menjelajahi dunia video game.

Sebagai contoh, Sonic the Hedgehog adalah salah satu karakter yang cukup terkenal di dunia game, sudah banyak sekali game tentang atau minimal ada Sonic. Seorang gamer yang menyukai Sonic memiliki kemungkinan untuk membeli dan mencoba game tentang Sonic walaupun ia tidak tau kualitas game tersebut, bahkan tetap memainkannya meski gameplay yang ditawarkan kurang memuaskan.

Adanya sistem level atau stage pada video game dapat membuat player makin termotivasi untuk menyelesaikan tantangan yang disuguhkan secara bertahap; biasanya makin lama player bermain, tantangan yang diberikan akan makin sulit. Namun, tingkat kesulitan yang ada harus tepat pada takarannya, tidak boleh terlalu sulit sehingga membuat depresi, atau tidak boleh terlalu mudah sehingga membuat pemain bosan.

“A game is an opportunity to focus our energy, with relentless optimism, at something we’re good at (or getting better at) and enjoy. In other words, gameplay is the direct emotional opposite of depression.”
- Jane McGonigal, Reality Is Broken: Why Games Make Us Better and How They Can Change the World

Game sebagai simulator
Sebagai simulator, video game dapat memfasilitasi berbagai hal yang sulit dimodelkan, dilakukan, atau disimulasikan di dunia nyata. Dibekali fasilitas tersebut, kita dapat melakukan berbagai eksperimen dalam game untuk kemudian diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam video game simulasi penerbangan pesawat, Flight Simulator, kita dapat belajar mengemudikan pesawat tanpa harus mengeluarkan biaya dan terbebas dari resiko kecelakaan. Lainnya, di game Football Manager, seorang player dapat berlatih menjadi manager yang memanajeri sebuah klub sepak bola besar; terutama di seri terbarunya, game ini cukup kompleks dan kita akan benar-benar merasakan menjadi seorang manager klub sepak bola profesional.

Game juga menuntut partisipasi aktif player dalam pembelajaran hal-hal yang konseptual, dapat memberikan feedback baik berupa aksi, skor, atau hal lainnya—secara langsung terhadap apa yang player lakukan. Dalam game Angry Birds, kita diharuskan untuk menghancurkan tiga babi imut dengan beberapa burung yang kita dapat tembakkan di setiap stage. Ketika burung sudah habis ditembakkan, rating dan score player akan langsung ditampilkan oleh game.

Gamifikasi adalah penggunaan dari teknik desain permainan, permainan berpikir dan permainan mekanik untuk meningkatkan non-game konteks. Biasanya gamifikasi berlaku untuk non-game aplikasi dan proses, untuk mendorong orang untuk mengadopsi mereka, atau untuk mempengaruhi bagaimana mereka digunakan. Gamifikasi bekerja dengan membuat teknologi yang lebih menarik, dengan mendorong pengguna untuk terlibat dalam perilaku yang diinginkan, dengan menunjukkan jalan untuk penguasaan dan otonomi, dengan membantu untuk memecahkan masalah dan tidak menjadi gangguan, dan dengan mengambil keuntungan dari kecenderungan psikologis manusia untuk terlibat dalam game. Teknik ini dapat mendorong orang untuk melakukan pekerjaan mereka yang biasanya membosankan, seperti menyelesaikan survei, belanja, mengisi formulir pajak, atau membaca situs web. Data yang tersedia dari situs-situs gamified, aplikasi, dan proses perbaikan menunjukkan potensi di daerah seperti keterlibatan pengguna, ROI, kualitas data, ketepatan waktu, atau belajar.
  
Gamifikasi VS Game-based Learning
Selain gamifikasi, ada juga metode lain yang menggunakan permainan dalam proses pembelajaran, yakni game-based learning (GBL). Apa bedanya?
Game-based learning biasanya dirancang untuk memperkuat materi pelajaran dengan menggunakan permainan dan kemampuan pemain untuk mempertahankan dan menerapkannya ke dunia nyata. Salah satu contoh penerapan game-based learning yang dijelaskan oleh Bu Amiroh adalah permainan Angry Birds untuk pembelajaran Fisika.




Sedangkan gamifikasi menerapkan konsep desain game terhadap materi pembelajaran. Karakteristik model pembelajaran ini yaitu adanya tantangan, kepuasan, penghargaan, dan ketergantungan.


Contoh penerapan gamifikasi pada e-learning atau web-based learning antara lain:
  • educade.org, menyediakan berbagai alat pembelajaran, termasuk permainan, untuk tiap tingkat usia dan berbagai mata pelajaran
  •  icivics.org, merupakan situs penyedia video games pendidikan yang dibuat untuk menanamkan pengetahuan umum pada anak-anak muda Amerika.
  • guraru.org, menerapkan gamifikasi melalui sistem poin dan ajang penghargaan.

Berikut langkah-langkah penerapan gamifikasi dalam pembelajaran:
  1. Kenali tujuan pembelajaran
  2. Tentukan ide besarnya
  3. Buat skenario permainan
  4. Buat desain aktivitas pembelajaran
  5. Bangun kelompok-kelompok
  6. Terapkan dinamika permainan

Kelebihan dan Kekurangan Gamifikasi
  • Model pembelajaran gamifikasi memiliki beberapa kelebihan dibandingan model pembelajaran lainnya, antara lain:
  • Belajar jadi lebih menyenangkan
  • Mendorong siswa untuk menyelesaikan aktivitas pembelajarannya
  • Membantu siswa lebih fokus dan memahami materi yang sedang dipelajari
  • Memberi kesempatan siswa untuk berkompetisi, bereksplorasi dan berprestasi dalam kelas

Namun, model pembelajaran ini juga memiliki beberapa kelemahan jika tidak diterapkan dengan matang:
  • Dapat diprediksi dan membosankan
  • Menjadi tidak bermakna, jika tujuan pembelajaran tidak tergambarkan dengan baik atau tidak tercapai
  • ‘Merusak’ secara psikologis

 Sumber