Game based learning (GBL) adalah jenis permainan yang
mendefinisikan hasil belajar. Umumnya, game based learning dirancang untuk
menyeimbangkan materi pelajaran dengan gameplay dan kemampuan pemain untuk
mempertahankan dan menerapkan materi pelajaran tersebut ke dunia nyata.
Pembelajaran berbasis permainan menggambarkan sebuah
pendekatan pengajaran, di mana siswa mengeksplorasi aspek permainan yang
relevan dalam konteks pembelajaran yang dirancang oleh para guru. Guru dan
siswa berkolaborasi dalam rangka menambah kedalaman dan perspektif terhadap
pengalaman bermain game.
Pembelajaran berbasis permainan dapat didefinisikan sebagai
pelajaran yang kompetitif, interaktif, dan memungkinkan pelajar untuk
bersenang-senang sambil mendapatkan pengetahuan. Pembelajaran berbasis game
terbaik memiliki tiga elemen utama. Unsur pertama adalah kompetisi . Ini
tidak perlu melawan siswa lain atau guru. Di Oregon Trail , kompetisi
tersebut melawan permainan itu sendiri sekaligus berusaha meraih nilai
tertinggi. Unsur kompetitif membantu memberikan motivasi bagi siswa yang
mungkin tidak menemukan motivasi itu dalam metodologi pembelajaran normal.
Hal ini mengarah pada unsur pertempuran. Ketika
seorang anak bermain game yang melibatkan keingintahuan dan imajinasi mereka,
mereka bahkan tidak memperhatikan unsur-unsur pembelajaran.
Unsur terakhir adalah penghargaan langsung .
Hal ini sangat penting untuk menjaga pelajar belajar dan kembali lagi serta
membantu proses belajar. Penghargaan ini mungkin sesederhana membiarkan mereka
tahu bahwa mereka benar, memberi mereka poin, atau bahkan umpan balik
deskriptif memperluas pengetahuan mereka.
Pembelajaran berbasis permainan bisa menawarkan banyak
kelebihan bila dilakukan dengan benar. Permainan yang dirancang dengan baik dapat
menjadi sarana yang hemat biaya untuk memungkinkan siswa berinteraksi dengan
berbagai skenario pembelajaran yang disesuaikan untuk memenuhi kecepatan di
mana mereka belajar. Skor pada permainan ini dapat distandarkan untuk
memungkinkan perbandingan antara siswa, dan umpan balik bisa berlangsung
seketika. Pembelajaran berbasis permainan juga bisa lebih dapat
dipindahtangankan ke skenario dunia nyata daripada ceramah tradisional.
Sebagai contoh, berdasarkan hasil-hasil penelitian
(Papastergiou, 2009; Jiau, Chen, Ssu, 2009; Kazigmolu, Kiernan, Bacon,
MacKinnon, 2012; Jong, Lai, Hsia, Lin, Lu, 2013), game-based learning
dapat meningkatkan motivasi pelajar dalam proses pembelajaran.
Gee dan Shaffer (2010) menyatakan, bahwa video game
baik untuk pembelajaran karena game dapat membuat dunia-dunia
virtual di mana pemain menyelesaikan simulasi dari masalah dunia nyata.
Secara garis besar, ada dua peran unik dari video
game yang membuatnya dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran yang
efektif, sebagai motivator dan simulator.
Seiring berkembangnya kemajuan teknologi, perkembangan
video game pada zaman sekarang sudah mengalami peningkatan yang pesat.
Masih ingatkah Anda dengan console Playstation yang dirilis tahun 1994?
Pada 14 November 2013, Playstation 4 dirilis Sony, dengan berbagai
pengembangan yang sangat drastis dari Playstation, terutama dari segi
grafis yang ditampilkan.
Sebuah video game yang baik biasanya memiliki gameplay
(cara memainkan) dan grafis yang baik, Grand Theft Auto V dan The
Last of Us adalah salah dua dari contoh game sukses yang memenuhi
kriteria tersebut. The Last of Us bahkan terjual 3.4 juta kopi hanya
dalam 3 minggu setelah dirilis. Dengan desain yang baik, sebuah video game
memiliki potensi untuk sukses dan dimainkan banyak orang.
Tidak dapat dipungkiri bahwa video game memiliki
sisi negatif, kebanyakan rated-M video game menampilkan banyak aspek
kekerasan. Walaupun game tersebut ditujukan untuk orang dewasa, tidak
tertutup kemungkinan anak-anak yang masih di bawah umur memiliki game
tersebut dan memainkannya, tentu ini akan memberikan pengaruh buruk bagi
anak-anak. Penelitian yang dilakukan oleh Craig Anderson pada Maret 2014
menyatakan jika anak-anak memainkan video game yang banyak mengandung
unsur kekerasan cenderung membuat pribadi mereka menjadi lebih agresif.
Bagaimana jika potensi video game untuk
‘memengaruhi’ dimanfaatkan untuk hal lain yang lebih baik, contohnya seperti
sebagai sarana pembelajaran? Sebenarnya, game memiliki potensi besar
untuk dimanfaatkan dalam hal tersebut.
Video Game dan Pembelajaran (Learning)
“Look at ‘World of Warcraft’: You’ve got
11-year-olds who are learning to delegate responsibility, promote teamwork and
steer groups of people toward a common goal.”
- Ian Bogost, Georgia Institute of Technology associate professor,
Founder of Persuasive Games
Ketika memainkan video game, sembari bermain,
kita belajar. Progress apapun yang kita capai dalam video game
dapat dikategorikan sebagai sebuah pembelajaran (Trybus, 2009). Kita akan
mendapatkan berbagai hal serta pengalaman-pengalaman baru seiring berjalannya game
ke level/stage yang lebih menantang.Pada akhirnya, akumulasi dari
berbagai pengalaman seorang player-lah yang akan menjadi bekal utamanya
untuk menyelesaikan video game yang ia mainkan.
Pembelajaran bukanlah hanya sekedar mengingat teori,
tapi juga tentang memahami konsep dan mengaplikasikannya langsung dalam
kehidupan sehari-hari. Terlebih ketika kita benar-benar dituntut untuk
mengaplikasikan hasil belajar kita. Banyak orang yang kurang (atau tidak) cocok
dengan traditional learning (sistem pembelajaran tradisional) seperti
yang diimplementasikan di kebanyakan sekolah sekarang. Karena itu, dibutuhkan
sistem pembelajaran yang efektif untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran
tersebut. Dengan potensi yang dimiliki game, game-based learning
mengupayakan sistem pembelajaran dengan menggunakan game, salah satu
pengaplikasiannya adalah melalui salah satu cabang game, yaitu video
game.
“Just playing isn’t enough, though. The key is that
you have to be improving each time you play, because in order to improve you
have to be learning.“
- Dr. Erziel Kornel, A principalof Brain & Spine Surgeons of New York
Menurut Dr. Kornel pula dalam WebMD.com, video game
seperti Brain Age atau Guitar Hero dapat meningkatkan koordinasi
antara mata dengan tangan, meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan dalam
waktu cepat, serta dapat meningkatkan persepsi auditori.
Game-based learning secara definisi adalah pengunaan video game
sebagai metode pembelajaran. Ternyata, hal ini bukanlah hal yang baru
ditemukan. Banyak penelitian tentang game-based learning yang memberikan
hasil positif.
Sebagai contoh, berdasarkan hasil-hasil penelitian
(Papastergiou, 2009; Jiau, Chen, Ssu, 2009; Kazigmolu, Kiernan, Bacon,
MacKinnon, 2012; Jong, Lai, Hsia, Lin, Lu, 2013), game-based learning
dapat meningkatkan motivasi pelajar dalam proses pembelajaran.
Gee dan Shaffer (2010) menyatakan, bahwa video game
baik untuk pembelajaran karena game dapat membuat dunia-dunia
virtual di mana pemain menyelesaikan simulasi dari masalah dunia nyata.
Secara garis besar, ada dua peran unik dari video
game yang membuatnya dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran yang
efektif, sebagai motivator dan simulator.
Game sebagai motivator
Video game dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya dapat
membuat seseorang lebih tertarik dan semangat dalam menghadapi proses belajar.
Kecintaan pemain terhadap environment yang ada
dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi player untuk lebih betah
bermain video game. Karakter, benda, senjata, musik, atau unsur video
game lain yang disukai player dapat memberi motivasi lebih kepadanya
untuk menghabiskan lebih banyak waktunya menjelajahi dunia video game.
Sebagai contoh, Sonic the Hedgehog adalah salah
satu karakter yang cukup terkenal di dunia game, sudah banyak sekali game
tentang atau minimal ada Sonic. Seorang gamer yang menyukai Sonic
memiliki kemungkinan untuk membeli dan mencoba game tentang Sonic
walaupun ia tidak tau kualitas game tersebut, bahkan tetap memainkannya
meski gameplay yang ditawarkan kurang memuaskan.
Adanya sistem level atau stage pada video
game dapat membuat player makin termotivasi untuk menyelesaikan
tantangan yang disuguhkan secara bertahap; biasanya makin lama player bermain,
tantangan yang diberikan akan makin sulit. Namun, tingkat kesulitan yang ada
harus tepat pada takarannya, tidak boleh terlalu sulit sehingga membuat
depresi, atau tidak boleh terlalu mudah sehingga membuat pemain bosan.
“A game is an opportunity to focus our energy, with
relentless optimism, at something we’re good at (or getting better at) and
enjoy. In other words, gameplay is the direct emotional opposite of
depression.”
- Jane McGonigal, Reality Is Broken: Why Games Make Us
Better and How They Can Change the World
Game sebagai simulator
Sebagai simulator, video game dapat
memfasilitasi berbagai hal yang sulit dimodelkan, dilakukan, atau disimulasikan
di dunia nyata. Dibekali fasilitas tersebut, kita dapat melakukan berbagai
eksperimen dalam game untuk kemudian diaplikasikan ke dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam video game simulasi penerbangan pesawat, Flight
Simulator, kita dapat belajar mengemudikan pesawat tanpa harus mengeluarkan
biaya dan terbebas dari resiko kecelakaan. Lainnya, di game Football Manager,
seorang player dapat berlatih menjadi manager yang memanajeri
sebuah klub sepak bola besar; terutama di seri terbarunya, game ini
cukup kompleks dan kita akan benar-benar merasakan menjadi seorang manager
klub sepak bola profesional.
Game juga menuntut partisipasi aktif player dalam
pembelajaran hal-hal yang konseptual, dapat memberikan feedback baik
berupa aksi, skor, atau hal lainnya—secara langsung terhadap apa yang player
lakukan. Dalam game Angry Birds, kita diharuskan untuk menghancurkan
tiga babi imut dengan beberapa burung yang kita dapat tembakkan di setiap stage.
Ketika burung sudah habis ditembakkan, rating dan score player
akan langsung ditampilkan oleh game.
Gamifikasi adalah penggunaan dari teknik desain permainan,
permainan berpikir dan permainan mekanik untuk meningkatkan non-game konteks.
Biasanya gamifikasi berlaku untuk non-game aplikasi dan proses, untuk mendorong
orang untuk mengadopsi mereka, atau untuk mempengaruhi bagaimana mereka
digunakan. Gamifikasi bekerja dengan membuat teknologi yang lebih menarik,
dengan mendorong pengguna untuk terlibat dalam perilaku yang diinginkan, dengan
menunjukkan jalan untuk penguasaan dan otonomi, dengan membantu untuk
memecahkan masalah dan tidak menjadi gangguan, dan dengan mengambil keuntungan
dari kecenderungan psikologis manusia untuk terlibat dalam game. Teknik ini
dapat mendorong orang untuk melakukan pekerjaan mereka yang biasanya
membosankan, seperti menyelesaikan survei, belanja, mengisi formulir pajak,
atau membaca situs web. Data yang tersedia dari situs-situs gamified, aplikasi,
dan proses perbaikan menunjukkan potensi di daerah seperti keterlibatan
pengguna, ROI, kualitas data, ketepatan waktu, atau belajar.
Gamifikasi VS Game-based Learning
Selain gamifikasi, ada juga metode lain yang
menggunakan permainan dalam proses pembelajaran, yakni game-based learning
(GBL). Apa bedanya?
Game-based learning biasanya dirancang untuk memperkuat materi pelajaran
dengan menggunakan permainan dan kemampuan pemain untuk mempertahankan dan
menerapkannya ke dunia nyata. Salah satu contoh penerapan game-based learning
yang dijelaskan oleh Bu Amiroh adalah permainan Angry Birds untuk pembelajaran
Fisika.
Sedangkan gamifikasi menerapkan konsep desain game
terhadap materi pembelajaran. Karakteristik model pembelajaran ini yaitu
adanya tantangan, kepuasan, penghargaan, dan ketergantungan.
Contoh penerapan gamifikasi pada e-learning
atau web-based learning antara lain:
- educade.org, menyediakan berbagai alat
pembelajaran, termasuk permainan, untuk tiap tingkat usia dan berbagai
mata pelajaran
- icivics.org,
merupakan situs penyedia video games pendidikan yang dibuat untuk
menanamkan pengetahuan umum pada anak-anak muda Amerika.
- guraru.org, menerapkan gamifikasi melalui
sistem poin dan ajang penghargaan.
Berikut langkah-langkah penerapan gamifikasi dalam
pembelajaran:
- Kenali
tujuan pembelajaran
- Tentukan
ide besarnya
- Buat
skenario permainan
- Buat
desain aktivitas pembelajaran
- Bangun
kelompok-kelompok
- Terapkan
dinamika permainan
Kelebihan dan Kekurangan Gamifikasi
- Model
pembelajaran gamifikasi memiliki beberapa kelebihan dibandingan model
pembelajaran lainnya, antara lain:
- Belajar
jadi lebih menyenangkan
- Mendorong
siswa untuk menyelesaikan aktivitas pembelajarannya
- Membantu
siswa lebih fokus dan memahami materi yang sedang dipelajari
- Memberi
kesempatan siswa untuk berkompetisi, bereksplorasi dan berprestasi dalam
kelas
Namun, model pembelajaran ini juga memiliki beberapa
kelemahan jika tidak diterapkan dengan matang:
- Dapat
diprediksi dan membosankan
- Menjadi
tidak bermakna, jika tujuan pembelajaran tidak tergambarkan dengan baik
atau tidak tercapai
- ‘Merusak’
secara psikologis
Sumber
- review edtech (2013), What is GBL (Game-Based Learning)?, http://edtechreview.in/dictionary/298-what-is-game-based-learning
- study.com, Game Based Learning: Definition and Examples, https://study.com/academy/lesson/game-based-learning-definition-and-examples.html
- Yusuf Denny (2015), Game-based Learning, Video Game Sebagai Sarana Pembelajara, https://www.kompasiana.com/deviswitch/game-based-learning-video-game-sebagai-sarana-pembelajaran_54f6768ca33311c5028b4ea2
- wikipedia, Gamifikasi, https://id.wikipedia.org/wiki/Gamifikasi
- guraru (2013), Gamification untuk pembelajaran, http://guraru.org/info/gamification-untuk-pembelajaran/